BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi telah membawa perubahan di hampir
semua aspek kehidupan manusia dimana berbagai permasalahan hanya dapat
dipecahkan kecuali dengan upaya penguasaan dan peningkatan ilmu pengetahuan
dan teknologi. Selain manfaat bagi kehidupan manusia di satu sisi
perubahan tersebut juga telah membawa manusia ke dalam era persaingan global
yang semakin ketat. Agar mampu berperan dalam persaingan global, maka sebagai
bangsa kita perlu terus mengembangkan dan meningkatkan kualitas sumber daya
manusianya. Oleh karena itu, peningkatan kualitas sumber daya manusia merupakan
kenyataan yang harus dilakukan secara terencana, terarah, intensif, efektif dan
efisien dalam proses pembangunan, kalau tidak ingin bangsa ini kalah bersaing
dalam menjalani era globalisasi tersebut.
Berbicara
mengenai kualitas sumber daya manusia, pendidikan memegang peran yang sangat
penting dalam proses peningkatan kualitas sumber daya manusia. Peningkatan kualitas
pendidikan merupakan suatu proses yang terintegrasi dengan proses
peningkatan kualitas sumber daya manusia itu sendiri. Menyadari pentingnya
proses peningkatan kualitas sumber daya manusia, maka pemerintah bersama
kalangan swasta sama-sama telah dan terus berupaya mewujudkan amanat tersebut
melalui berbagai usaha pembangunan pendidikan yang lebih berkualitas
antara lain melalui pengembangan dan perbaikan kurikulum dan sistem evaluasi,
perbaikan sarana pendidikan, pengembangan dan pengadaan materi ajar, serta
pelatihan bagi guru dan tenaga kependidikan lainnya. Tetapi pada kenyataannya
upaya pemerintah tersebut belum cukup berarti dalam meningkatkan kualitas
pendidikan.
Ada dua
faktor yang dapat menjelaskan mengapa upaya perbaikan mutu pendidikan selama
ini kurang atau tidak berhasil. Pertama strategi pembangunan pendidikan selama
ini lebih bersifat input oriented. Strategi yang demikian lebih
bersandar kepada asumsi bahwa bilamana semua input pendidikan telah dipenuhi,
seperti penyediaan buku-buku (materi ajar) dan alat belajar lainnya, penyediaan
sarana pendidikan, pelatihan guru dan tenaga kependidikan lainnya, maka secara
otomatis lembaga pendidikan ( sekolah) akan dapat menghasilkan output
(keluaran) yang bermutu sebagai mana yang diharapkan. Ternyata strategi input-output
yang diperkenalkan oleh teori education production function[1] tidak
berfungsi sepenuhnya di lembaga pendidikan (sekolah), melainkan hanya terjadi
dalam institusi ekonomi dan industri.
Kedua,
pengelolaan pendidikan selama ini lebih bersifat macro-oriented, diatur
oleh jajaran birokrasi di tingkat pusat. Akibatnya, banyak faktor yang
diproyeksikan di tingkat makro (pusat) tidak terjadi atau tidak berjalan
sebagaimana mestinya di tingkat mikro (sekolah). Atau dengan singkat dapat
dikatakan bahwa komleksitasnya cakupan permasalahan pendidikan, seringkali
tidak dapat terpikirkan secara utuh dan akurat oleh birokrasi pusat.
Diskusi
tersebut memberikan pemahaman kepada kita bahwa pembangunan pendidikan bukan
hanya terfokus pada penyediaan faktor input pendidikan tetapi juga harus lebih
memperhatikan faktor proses pendidikan. Input pendidikan merupakan hal yang
mutlak harus ada dalam batas-batas tertentu tetapi tidak menjadi jaminan dapat
secara otomatis meningkatkan mutu pendidikan. Pemikiran ini telah mendorong
munculnya pendekatan baru, yakni pengelolaan peningkatan mutu pendidikan di
masa mendatang harus berbasis sekolah sebagai institusi paling depan dalam
kegiatan pendidikan. Pendekatan ini, kemudian dikenal dengan manajemen
peningkatan mutu pendidikan berbasis sekolah (School Based Quality
Management) atau dalam nuansa yang lebih bersifat pembangunan (developmental)
disebut School Based Quality Improvement.
Konsep
yang menawarkan kerjasama yang erat antara sekolah, masyarakat dan pemerintah
dengan tanggung jawabnya masing - masing ini, berkembang didasarkan kepada
suatu keinginan pemberian kemandirian kepada sekolah untuk ikut terlibat secara
aktif dan dinamis dalam rangka proses peningkatan kualitas pendidikan melalui
pengelolaan sumber daya sekolah yang ada. Sekolah harus menentukan target mutu
untuk tahun berikutnya. Dengan demikian sekolah secara mendiri tetapi masih
dalam kerangka acuan kebijakan nasional dan ditunjang dengan penyediaan input
yang memadai, memiliki tanggung jawab terhadap pengembangan sumber daya yang
dimilikinya sesuai dengan kebutuhan belajar siswa dan masyarakat.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang penulis kemukakan di
atas, maka rumusan masalah yang penulis kemukakan adalah:
1.
Bagaimana pengertian mutu pendidikan Islam
2.
Bagaimana konsep dasar manajemen peningkatan mutu
berbasis sekolah?
3.
Bagaimana tujuan manajemen peningkatan mutu berbasis
sekolah?
4.
Bagaimana kerangka kerja
dalam manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah?
5.
Bagaimana strategi pelaksanaan di tingkat sekolah?
C. Tujuan Pembahasan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan
pembahasan dalam makalah ini adalah:
1.
Untuk mengetahui pengertian mutu pendidikan Islam.
2.
Untuk mengetahui konsep dasar manajemen peningkatan mutu
berbasis sekolah.
3.
Untuk mengetahui tujuan manajemen peningkatan mutu
berbasis sekolah.
4.
Untuk mengetahui kerangka kerja
dalam manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah.
5.
Untuk mengetahui strategi pelaksanaan di tingkat sekolah.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Mutu Pendidikan Islam
Kalau berbicara mengenai mutu pendidikan Islam, maka kita
tidak lepas dari definisi mutu itu sendiri. Mutu adalah sebuah proses terstruktur
untuk memperbaiki keluaran yang dihasilkan.[2] Mutu
pendidikan yang dimaksudkan di sini adalah kemampuan lembaga pendidikan dalam
mendayagunakan sumber-sumber pendidikan untuk meningkatkan kemampuan belajar
seoptimal mungkin.[3] Dalam
konteks pendidikan, menurut Departemen Pendidikan Nasional sebagaimana dikutip
Mulyasa, pengertian mutu mencakup input, proses dan output
pendidikan.[4] Berarti
manajemen mutu dalam pendidikan dapat saja disebutkan mengutamakan pelajar atau
program perbaikan sekolah yang mungkin dilakukan secara lebih kreatif dan
konstruktif.[5]
Setelah penulis mengadakan pengamatan,
ternyata ada tiga faktor penyebab rendahnya mutu pendidikan yaitu: kebijakan
dan penyelenggaraan pendidikan nasional menggunakan pendekatan educational
production function atau input-input analisis yang tidak consisten;
penyelenggaraan pendidikan dilakukan secara sentralistik; peran serta masyarakat
khususnya orang tua siswa dalam penyelenggaraan pendidikan sangat minim.
Mutu, menurut Usman, memiliki 13 karakteristik, sebagai
berikut:
1.
Kinerja (performa); berkaitan dengan aspek
fungsional sekolah.
2.
Waktu ajar (time liness): selesai dengan waktu yang
wajar.
3.
Handal (reliability); usia pelayanan prima
bertahan lama.
4.
Daya tahan (durability): tahan banting
5.
Indah (asetetics)
6.
Hubungan manusiawi (personal interface):
menjunjung tinggi nilai-nilai moral dan profesionalisme.
7.
Mudah penggunaannya (easy of use) sarana dan
prasarana dipakai.
8.
Bentuk khusus (feature) keunggulan tertentu.
9.
Standar tertentu (conformance to specification)
memenuhi standar tertentu.
10.
Konsistensi (consistency) keajegan, konstan, atau
stabil
11. Seragam (uniformity):
tanpa variasi, tidak tercampur.
12. Mampu melayani (serviceability):
mampu memberikan pelayanan prima.
13. Ketepatan (acruracy)
ketepatan dalam pelayanan.[6]
Dari karakteristik tersebut, maka manajemen mutu
pendidikan Islam merupakan suatu pembahasan yang lebih luas dari hanya sekedar makalah.
Namun layaknya pembahasan manajemen mutu pendidikan Islam ini dijadikan sebuah
buku tersendiri. Namun dalam pembahasan kali ini penulis akan membahasnya
secara umum dan garis besarnya saja.
B. Konsep Dasar Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah
Menurut Edmond yang dikutib Fauzi Fadilah Manajemen Peningkatan mutu berbasis
sekolah merupakan alternatif baru dalam
pengelolaan pendidikan yang lebih menekankan kepada kemandirian dan kreatifitas
sekolah.[7]
Konsep ini diperkenalkan oleh teori effektif school yang lebih
memfokuskan diri pada perbaikan proses pendidikan. Beberapa indikator yang
menunjukkan karakter dari konsep manajemen ini antara lain sebagai berikut: (i)
lingkungan sekolah yang aman dan tertib, (ii) sekolah memiliki misi dan target
mutu yang ingin dicapai, (iii) sekolah memiliki kepemimpinan yang
kuat, (iv) adanya harapan yang tinggi dari personel sekolah (kepala sekolah,
guru, dan staf lainnya termasuk siswa) untuk berprestasi, (v) adanya
pengembangan staf sekolah yang terus menerus sesuai tuntutan IPTEK, (vi) adanya
pelaksanaan evaluasi yang terus-menerus terhadap berbagai aspek akademik dan
administrative, dan pemanfaatan hasilnya untuk penyempurnaan/ perbaikan mutu,
dan (vii) adanya komunikasi dan dukungan intensif dari orang tua
murid/masyarakat.
Manajemen berbasis sekolah (MBS) adalah bentuk
alternatif sekolah sebagai hasil dari desentralisasi pendidikan. MBS pada
prinsipnya bertumpu pada sekolah dan masyarakat serta jauh dari birokrasi yang
sentralistik. MBS berpotensi untuk meningkatkan partisipasi masyarakat,
pemerataan, efisiensi, serta manajemen yang bertumpu pada tingkat sekolah. MBS
dimaksudkan meningkatkan otonomi sekolah, menentukan sendiri apa yang perlu
diajarkan, dan mengelola sumber daya yang ada untuk berinovasi. MBS juga
memiliki potensi yang besar untuk menciptakan kepala sekolah, guru, dan
administrator yang profesional. Dengan demikian, sekolah akan bersifat
responsif terhadap kebutuhan masing-masing siswa dan masyarakat sekolah.
Prestasi belajar siswa dapat dioptimalkan melalui partisipasi langsung orang
tua dan masyarakat.
Manajemen
Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah (MPMBS) dapat didefinisikan sebagai model manajemen yang memberikan otonomi lebih besar kepada
sekolah dan mendorong sekolah untuk melakukan pengambilan keputusan secara
partisipatif untuk memenuhi kebutuhan mutu sekolah atau untuk mencapai tujuan
mutu sekolah dalam kerangka pendidikan nasional.[8]
Oleh
karena itu, esensi MPMBS adalah otonomi sekolah dan pengambilan keputusan
partisipasif untuk mencapai sasaran mutu sekolah. Otonomi
adalah kewenangan/kemandirian yaitu kemandirian dalam mengatur dan mengurus
dirinya sendiri, dan merdeka/tidak tergantung. Jadi otonomi sekolah adalah
kewenangan sekolah untuk mengatur dan mengurus kepentingan warga sekolah
menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi warga sekolah sesuai dengan
peraturan perundang-undangan pendidikan nasional yang berlaku.
Pengambilan
keputusan partisipatif adalah suatu cara untuk mengambil keputusan melalui
penciptaan lingkungan yang terbuka dan demokratik, dimana warga sekolah (guru,
siswa, karyawan, orangtua siswa, masyarakat) didorong untuk terlibat secara
langsung dalam proses pengambilan keputusan yang dapat berkontribusi terhadap
pencapaian tujuan sekolah.
Sekolah
memiliki kewenangan (kemandirian) lebih besar dalam mengelola sekolahnya
(menetapkan sasaran peningkatan mutu, menyusun rencana peningkatan mutu,
melaksanakan rencana peningkatan mutu, dan melakukan evaluasi pelaksanaan
peningkatan mutu) dan partisipasi kelompok-kelompok yang berkepentingan dengan
sekolah merupakan ciri khas Manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah.
C. Tujuan Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah
Tujuan penerapan MBS untuk meningkatkan
kualitas pendidikan secara umum baik itu menyangkut kualitas pembelajaran,
kualitas kurikulum, kualitas sumber daya manusia baik guru maupun tenaga
kependidikan lainnya, dan kualitas pelayanan pendidikan secara umum.
Manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah
bertujuan untuk memandirikan atau memberdayakan sekolah melalui pemberian kewenangan atau otonomi
kepada sekolah dan mendorong sekolah untuk melakukan pengambilan keputusan
secara partisipatif. Lebih rincinya, Manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah
bertujuan untuk :
1. Meningkatkan mutu pendidikan melalui
kemandirian dan inisiatif sekolah dalam megelola dan memberdayakan sumber daya
yang tersedia.
2. Meningkatkan kepedulian warga sekolah dan
masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan melalui pengambilan keputusan
bersama.
3. Meningkatkan tanggung jawab sekolah kepada
orang tua, masyarakat, dan pemerintah tentang mutu sekolahnya.
D. Kerangka Kerja dalam Manajemen Peningkatan Mutu
Berbasis Sekolah
Dalam manajemen peningkatan mutu berbasis
sekolah ini diharapkan sekolah dapat bekerja dalam koridor-koridor tertentu
antara lain sebagai berikut;
Sumber daya; sekolah harus mempunyai fleksibilitas dalam
mengatur semua sumber daya sesuai dengan kebutuhan setempat. Selain pembiayaan
operasional/administrasi, pengelolaan keuangan harus ditujukan untuk: (i)
memperkuat sekolah dalam menentukan dan mengalolasikan dana sesuai dengan skala
prioritas yang telah ditetapkan untuk proses peningkatan mutu, (ii) pemisahan
antara biaya yang bersifat akademis dari proses pengadaannya, dan (iii)
pengurangan kebutuhan birokrasi pusat.
Pertanggung-jawaban (accountability); sekolah dituntut untuk memilki akuntabilitas
baik kepada masyarakat maupun pemerintah. Hal ini merupakan perpaduan antara
komitment terhadap standar keberhasilan dan harapan/tuntutan orang
tua/masyarakat. Pertanggung-jawaban (accountability) ini bertujuan untuk
meyakinkan bahwa dana masyarakat dipergunakan sesuai dengan kebijakan yang
telah ditentukan dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan dan jika mungkin
untuk menyajikan informasi mengenai apa yang sudah dikerjakan. Untuk itu setiap
sekolah harus memberikan laporan pertanggung-jawaban dan mengkomunikasikannya
kepada orang tua/masyarakat dan pemerintah, dan melaksanakan kaji ulang secara
komprehensif terhadap pelaksanaan program prioritas sekolah dalam proses
peningkatan mutu.
Kurikulum;
berdasarkan kurikulum standar yang telah ditentukan secara nasional, sekolah
bertanggung jawab untuk mengembangkan kurikulum baik dari standar materi (content)
dan proses penyampaiannya. Melalui penjelasan bahwa materi tersebut ada mafaat
dan relevansinya terhadap siswa, sekolah harus menciptakan suasana belajar yang
menyenangkan dan melibatkan semua indera dan lapisan otak serta menciptakan
tantangan agar siswa tumbuh dan berkembang secara intelektual dengan menguasai
ilmu pengetahuan, terampil, memilliki sikap arif dan bijaksana, karakter dan
memiliki kematangan emosional. Ada tiga hal yang harus diperhatikan dalam
kegiatan ini yaitu;
1.
Pengembangan
kurikulum tersebut harus memenuhi kebutuhan siswa.
2.
Bagaimana
mengembangkan keterampilan pengelolaan untuk menyajikan kurikulum tersebut
kepada siswa sedapat mungkin secara efektif dan efisien dengan memperhatikan
sumber daya yang ada.
3.
Pengembangan
berbagai pendekatan yang mampu mengatur perubahan sebagai fenomena alamiah di
sekolah.[10]
Untuk melihat progres pencapain kurikulum,
siswa harus dinilai melalui proses test yang dibuat sesuai dengan standar
nasional dan mencakup berbagai aspek kognitif, affektif dan psikomotor maupun
aspek psikologi lainnya. Proses ini akan memberikan masukan ulang secara
obyektif kepada orang tua mengenai anak mereka (siswa) dan kepada sekolah yang
bersangkutan maupun sekolah lainnya mengenai performan sekolah sehubungan
dengan proses peningkatan mutu pendidikan.
Personil sekolah; sekolah bertanggung jawab dan terlibat dalam
proses rekrutmen (dalam arti penentuan jenis guru yang diperlukan) dan
pembinaan struktural staf sekolah (kepala sekolah, wakil kepala sekolah, guru
dan staf lainnya). Sementara itu pembinaan profesional dalam rangka pembangunan
kapasitas/kemampuan kepala sekolah dan pembinaan keterampilan guru dalam
pengimplementasian kurikulum termasuk staf kependidikan lainnya dilakukan
secara terus menerus atas inisiatif sekolah. Untuk itu birokrasi di luar
sekolah berperan untuk menyediakan wadah dan instrumen pendukung. Dalam konteks
ini pengembangan profesioanl harus menunjang peningkatan mutu dan pengharhaan
terhadap prestasi perlu dikembangkan. Manajemen peningkatan mutu berbasis
sekolah memberikan kewenangan kepada sekolah untuk mengkontrol sumber daya
manusia, fleksibilitas dalam merespon kebutuhan masyarakat, misalnya pengangkatan
tenaga honorer untuk keterampilan yang khas, atau muatan lokal. Demikian pula
mengirim guru untuk berlatih di institusi yang dianggap tepat.
Konsekuensi logis dari itu, sekolah harus
diperkenankan untuk:
1.
Mengembangkan
perencanaan pendidikan dan prioritasnya didalam kerangka acuan yang dibuat oleh
pemerintah.
2.
Memonitor
dan mengevaluasi setiap kemajuan yang telah dicapai dan menentukan apakah
tujuannya telah sesuai kebutuhan untuk peningkatan mutu.
3.
Menyajikan
laporan terhadap hasil dan performannya kepada masyarakat dan pemerintah
sebagai konsumen dari layanan pendidikan (pertanggung jawaban kepada stake-holders).[11]
Uraian tersebut di atas memberikan wawasan
pemahaman kepada kita bahwa tanggung jawab peningkatan kualitas pendidikan
secara mikro telah bergeser dari birokrasi pusat ke unit pengelola yang lebih
dasar yaitu sekolah. Dengan kata lain, didalam masyarakat yang komplek seperti
sekarang dimana berbagai perubahan yang telah membawa kepada perubahan tata
nilai yang bervariasi dan harapan yang lebih besar terhadap pendidikan terjadi
begitu cepat, maka diyakini akan disadari bahwa kewenangan pusat tidak lagi
secara tepat dan cepat dapat merespon perubahan keinginan masyarakat tersebut.
Kondisi ini telah membawa kepada suatu
kesadaran bahwa hanya sekolah yang sekolah yang dikelola secara efektiflah
(dengan manajemen yang berbasis sekolah) yang akan mampu merespon aspirasi
masyarakat secara tepat dan cepat dalam hal mutu pendidikan.
Institusi pusat memiliki peran yang penting,
tetapi harus mulai dibatasi dalam hal yang berhubungan dengan membangun suatu
visi dari sistem pendidikan secara keseluruhan, harapan dan standar bagi siswa
untuk belajar dan menyediakan dukungan komponen pendidikan yang relatif baku
atau standar minimal. Konsep ini menempatkan pemerintah dan otorits pendiidikan
lainnya memiliki tanggung jawab untuk menentukan kunci dasar tujuan dan
kebijakan pendidikan dan memberdayakan secara bersama-sama sekolah dan
masyarakat untuk bekerja di dalam kerangka acuan tujuan dan kebijakan pendidikan
yang telah dirumuskan secara nasional dalam rangka menyajikan sebuah proses
pengelolaan pendidikan yang secara spesifik sesuai untuk setiap komunitas
masyarakat.
Jelaslah bahwa konsep manajemen peningkatan
mutu berbasis sekolah ini membawa isu desentralisasi dalam manajemen
(pengelolaan) pendidikan dimana birokrasi pusat bukan lagi sebagai penentu
semua kebijakan makro maupun mikro, tetapi hanya berperan sebagai penentu
kebijakan makro, prioritas pembangunan, dan standar secara keseluruhan melalui
sistem monitoring dan pengendalian mutu. Konsep ini sebenarnya lebih
memfokuskan diri kepada tanggung jawab individu sekolah dan masyarakat
pendukungnya untuk merancang mutu yang diinginkan, melaksanakan, dan
mengevaluasi hasilnya, dan secara terus menerus mnyempurnakan dirinya. Semua
upaya dalam pengimplementasian manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah ini
harus berakhir kepada peningkatan mutu siswa (lulusan).
Sementara itu pendanaan walaupun dianggap
penting dalam perspektif proses perencanaan dimana tujuan ditentukan, kebutuhan
diindentifikasikan, kebijakan diformulasikan dan prioritas ditentukan, serta
sumber daya dialokasikan, tetapi fokus perubahan kepada bentuk pengelolaan yang
mengekspresikan diri secara benar kepada tujuan akhir yaitu mutu pendidikan
dimana berbagai kebutuhan siswa untuk belajar terpenuhi. Untuk itu dengan
memperhatikan kondisi geografik dan sosiekonomik masyarakat, maka sumber daya
dialokasikan dan didistribusikan kepada sekolah dan pemanfaatannya dipercayakan
kepada sekolah sesuai dengan perencanaan dan prioritas yang telah ditentukan
oleh sekolah tersebut dan dengan dukungan masyarakat. Pedoman pelaksanaan
peningkatan mutu kalaupun ada hanya bersifat umum yang memberikan rambu-rambu
mengenai apa-apa yang boleh/tidak boleh dilakukan.
Secara singkat dapat ditegaskan bahwa akhir
dari itu semua bermuara kepada mutu pendidikan. Oleh karena itu sekolah-sekolah
harus berjuang untuk menjadi pusat mutu (center for excellence) dan ini
mendorong masing-masing sekolah agar dapat menentukan visi dan misi nya utnuk
mempersiapkan dan memenuhi kebutuhan masa depan siswanya.
E. Strategi Pelaksanaan di Tingkat Sekolah
Dalam rangka mengimplementasikan konsep manajemen peningkatan mutu yang berbasis sekolah ini, maka melalui partisipasi aktif dan dinamis dari orang tua, siswa, guru dan staf lainnya termasuk institusi yang memliki kepedulian terhadap pendidikan sekolah harus melakukan tahapan kegiatan sebagai berikut:[12]
1. Penyusunan basis data dan profil sekolah lebih presentatif, akurat, valid dan secara sistimatis menyangkut berbagai aspek akademis, administratif (siswa, guru, staf), dan keuangan.
2. Melakukan evaluasi diri (self assesment) utnuk menganalisa kekuatan dan kelemahan mengenai sumber daya sekolah, personil sekolah, kinerja dalam mengembangkan dan mencapai target kurikulum dan hasil-hasil yang dicapai siswa berkaitan dengan aspek-aspek intelektual dan keterampilan, maupun aspek lainnya.
3. Berdasarkan analisis tersebut sekolah harus mengidentifikasikan kebutuhan sekolah dan merumuskan visi, misi, dan tujuan dalam rangka menyajikan pendidikan yang berkualitas bagi siswanya sesuai dengan konsep pembangunan pendidikan nasional yang akan dicapai. Hal penting yang perlu diperhatikan sehubungan dengan identifikasi kebutuhan dan perumusan visi, misi dan tujuan adalah bagaimana siswa belajar, penyediaan sumber daya dan pengeloaan kurikulum termasuk indikator pencapaian peningkatan mutu tersebut.
4. Berangkat dari visi, misi dan tujuan peningkatan mutu tersebut sekolah bersama-sama dengan masyarakatnya merencanakan dan menyusun program jangka panjang atau jangka pendek (tahunan termasuk anggarannnya. Program tersebut memuat sejumlah program aktivitas yang akan dilaksanakan sesuai dengan kebijakan nasional yang telah ditetapkan dan harus memperhitungkan kunci pokok dari strategi perencanaan tahun itu dan tahun-tahun yang akan datang. Perencanaan program sekolah ini harus mencakup indikator atau target mutu apa yang akan dicapai dalam tahun tersebut sebagai proses peningkatan mutu pendidikan (misalnya kenaikan NEM rata-rata dalam prosentase tertentu, perolehan prestasi dalam bidang keterampilan, olah raga, dsb). Program sekolah yang disusun bersama-sama antara sekolah, orang tua dan masyarakat ini sifatnya unik dan dimungkinkan berbeda antara satu sekolah dan sekolah lainnya sesuai dengan pelayanan mereka untuk memenuhi kebutuhan masyarakat setempat. Karena fokus kita dalam mengimplementasian konsep manajemen ini adalah mutu siswa, maka program yang disusun harus mendukung pengembangan kurikulum dengan memperhatikan kurikulum nasional yang telah ditetapkan, langkah untuk menyampaikannya di dalam proses pembelajaran dan siapa yang akan menyampaikannya.
Adapun strategi pengelolaan program dapat ditempuh antara lain dengan langkah-langkah sebagai berikut:[13]
a. Memberdayakan komite sekolah/majelis sekolah dalam peningkatan mutu pembelajaran di sekolah
b. Unsur pemerintah Kab/Kota dalam hal ini instansi yang terkait antara lain Dinas Pendidikan, Badan Perencanaan Kab/Kota, Departemen Agama (yang menangani pendidikan SD/MI, SLTP dan SLTA), Dewan Pendidikan Kab/Kota terutama membantu dalam mengkoordinasikan dan membuat jaringan kerja (akses) ke dalam siklus kegiatan pemerintahan dan pembangunan pada umumnya dalam bidang pendidikan.
c. Memberdayakan tenaga kependidikan, baik tenaga pengajar (guru), kepala sekolah, petugas bimbingan dan penyuluhan (BP) maupun staf kantor, pejabat-pejabat di tingkat kecamatan, unsur komite sekolah tentang Manajemen Berbasis Sekolah, pembelajaran yang bermutu dan peran serta masyarakat.
d. Mengadakan pelatihan dan pendampingan sistematis bagi para kepala sekolah, guru, unsur komite sekolah pada pelaksanaan peningkatan mutu pembelajaran
e. Melakukan supervisi dan monitoring yang sistematis dan konsisten terhadap pelaksanaan kegiatan pembelajaran di sekolah agar diketahui berbagai kendala dan masalah yang dihadapi, serta segera dapat diberikan solusi/pemecahan masalah yang diperlukan.
f. Mengelola kegiatan yang bersifat bantuan langsung bagi setiap sekolah untuk peningkatan mutu pembelajaran, Rehabilitasi/Pembangunan sarana dan prasarana Pendidikan, dengan membentuk Tim yang sifatnya khusus untuk menangani dan sekaligus melakukan dukungan dan pengawasan terhadap Tim bentukan sebagai pelaksana kegiatan tersebut.
Dua aspek penting yang harus diperhatikan dalam kegiatan ini adalah kondisi alamiah total sumber daya yang tersedia dan prioritas untuk melaksankan program. Oleh karena itu, sehubungan dengan keterbatasan sumber daya dimungkinkan bahwa program tertentu lebih penting dari program lainnya dalam memenuhi kebutuhan siswa untuk belajar. Kondisi ini mendorong sekolah untuk menentukan skala prioritas dalam melaksanakan program tersebut. Seringkali prioritas ini dikaitkan dengan pengadaan preralatan bukan kepada output pembelajaran. Oleh karena itu dalam rangka pelaksanaan konsep manajemen tersebut sekolah harus membuat skala prioritas yang mengacu kepada program-program pembelajaran bagi siswa. Sementara persetujuan dari proses pendanaan harus bukan semata-mata berdasarkan pertimbangan keuangan melainkan harus merefleksikan kebijakan dan prioritas tersebut. Anggaran harus jelas terkait dengan program yang mendukung pencapaian target mutu. Hal ini memungkinkan terjadinya perubahan pada perencanaan sebelum sejumlah program dan pendanaan disetujui atau ditetapkan.
BAB III
KESIMPULAN
1.
Mutu pendidikan yang dimaksudkan di sini adalah
kemampuan lembaga pendidikan dalam mendayagunakan sumber-sumber pendidikan
untuk meningkatkan kemampuan belajar seoptimal mungkin.
2.
Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah (MPMBS) dapat
didefinisikan sebagai model manajemen yang memberikan otonomi
lebih besar kepada sekolah dan mendorong sekolah untuk melakukan pengambilan
keputusan secara partisipatif untuk memenuhi kebutuhan mutu sekolah atau untuk
mencapai tujuan mutu sekolah dalam kerangka pendidikan nasional.
3.
Manajemen
peningkatan mutu berbasis sekolah bertujuan untuk memandirikan atau
memberdayakan sekolah
melalui pemberian kewenangan atau otonomi kepada sekolah dan mendorong sekolah
untuk melakukan pengambilan keputusan secara partisipatif.
4.
Dalam manajemen
peningkatan mutu berbasis sekolah ini diharapkan sekolah dapat bekerja dalam
koridor-koridor tertentu antara lain: sumber daya yang ada
harus diatur secara fleksibel sesuai dengan kebutuhan, sekolah harus memiliki pertanggung-jawaban baik kepada masyarakat
maupun pemerintah, sekolah bertanggung jawab
untuk mengembangkan kurikulum baik dari standar materi (content) dan
proses penyampaiannya, dan sekolah bertanggung jawab
dan terlibat dalam proses rekrutmen (dalam arti penentuan jenis guru yang
diperlukan) dan pembinaan struktural staf sekolah (kepala sekolah, wakil kepala
sekolah, guru dan staf lainnya).
5.
Dua
aspek penting yang harus
diperhatikan dalam strategi pelaksanaan di sekolah adalah kondisi alamiah total
sumber daya yang tersedia dan prioritas untuk melaksanakan program. Oleh karena
itu, sehubungan dengan keterbatasan sumber daya dimungkinkan bahwa program
tertentu lebih penting dari program lainnya dalam memenuhi kebutuhan siswa
untuk belajar.
Arcaro, Jarome S., Pendidikan
Berbasis Mutu: Prinsip-Prinsip Perumusan dan Tata Langkah Penerapan, terj.Yosai
Triantara, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007.
Suryadi, Ace, H.A.R.
Tilaar, Analisis Kebijakan Pendidikan Suatu Pengantar, Bandung : PT.
Remaja Rosdakarya, 1993.
Mulyasa, E., Menjadi
Kepala Sekolah Profesional Dalam Konteks Menyukseskan MBS dan KBK, Bandung
: PT. Remaja Rosdakarya, 2003.
Syafaruddin, Manajemen
Mutu Terpadu dalam Pendidikan: Konsep, Strategi dan Aplikasi, Jakarta: PT
Grasindo, 2002.
Usman, Husaini, Manajemen
Teori, Praktik dan Riset Pendidikan, Jakarta: Bumi Aksara, 2006.
Deradjat, Akhmad “Konsep Dasar Manajemen
Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah” dalam http://pakarbisnisonline.blogspot.com/2010/10/konsep-dasar-manajemen-peningkatan-mutu.html, diakses
tanggal 1 Nopember 2012
Fadilah, Fauzi “Pengertian Manajemen Mutu
Berbasis Sekolah” dalam http://jurnal-sdm.blogspot.com/2010/03/manajemen-peningkatan-mutu-berbasis.html,
diakses tanggal 1 Nopember 2012
Hardi, Kustrini, Implementasi
Konsep MBS di Sekolah, diakses dari http://www.harianbatampos.com/mod.php?mod=publisher&op=viewarticle&artid=8457, tanggal 8 Oktober 2012
Umaedi,
“Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah” dalam http://www.ssep.net/
director.html, diakses
tanggal 1 Nopember 2012
[1]
Umaedi, “Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah” dalam http://www.ssep.net/ director.html,
diakses tanggal 1 Nopember 2010
[2]
Jarome S.Arcaro, Pendidikan Berbasis Mutu: Prinsip-Prinsip Perumusan dan
Tata Langkah Penerapan, terj.Yosai Triantara, (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2007), 75.
[3]
Ace Suryadi dan H.A.R. Tilaar, Analisis Kebijakan Pendidikan Suatu Pengantar,
(Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 1993), 159
[4]
E. Mulyasa, Menjadi Kepala Sekolah Profesional Dalam Konteks Menyukseskan
MBS dan KBK, (Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 2003), 76
[5]
Syafaruddin, Manajemen Mutu Terpadu dalam Pendidikan: Konsep, Strategi dan
Aplikasi, (Jakarta: PT Grasindo, 2002), 35.
[6]
Husaini Usman, Manajemen Teori, Praktik dan Riset Pendidikan, (Jakarta:
Bumi Aksara, 2006), 411-413.
[7] Fauzi Fadilah, “Pengertian Manajemen Mutu Berbasis
Sekolah” dalam http://jurnal-sdm.blogspot.com/2010/03/manajemen-peningkatan-mutu-berbasis.html,
diakses tanggal 1 Nopember 2010
[8] Akhmad Deradjat, “Konsep Dasar Manajemen Peningkatan
Mutu Berbasis Sekolah” dalam http://pakarbisnisonline.blogspot.com/2010/10/konsep-dasar-manajemen-peningkatan-mutu.html, diakses
tanggal 1 Nopember 2012
[9] Ibid.
[10] Ibid.,
Fauzi Fadilah, “Pengertian Manajemen Mutu Berbasis Sekolah”.
[11] Ibid.
[12] Ibid.
[13] Kustrini Hardi, Implementasi Konsep MBS di Sekolah, diakses dari http://www.harianbatampos.com/mod.php?mod=publisher&op=viewarticle&artid=8457, tanggal 8 Oktober 2012
pembahasannya bagus2.... kalo aja bisa diskusi, aku merindukan dunia pendidikan.... aku seperti berada pada dunia asing yang tidak aku kenal.... semoga mbak bisa menjadi pendidik yang benar2 berkualitas dan bermanfaat bagi masyarakat luas. suatu saat aku akan menemui mbak, semoga saat itu benar2 ada dan aku masih diberikan kesempatan untuk diskusi dg mbak. semoga sukses...
BalasHapus